Rabu, 17 Oktober 2012




Ahad siang,  tepatnya tanggal 14 September 2012 di kampus Universitas Mercubuana Meruya, tepatnya di ruang D 201, kuliah jam 13.30 siang itu adalah KONSTRUKSI ALAT UKUR PSIKOLOGI. Pada pertemuan  ke 5 kemarin Sanita Magda Idhola sebagai dosen pengganti.

Penyusunan Skala Psikologi   

Pengukuran merupakan proses kuantifikasi atribut dan dapat menghasilkan data yang valid dan dilakukan secara sistematik.  Tes psikologi adalah tes yang digunakan untuk mengukur aspek-aspek psikologi yang merupakan representative dari tingkah laku. Tes psikologi sangat beragam tergantung dari penggunaannya. Berdasarkan apa yang akan diukur, tes psikologi dapat dibagi kedalam beberapa bagian.
Menurut Cronbach (1976), tes psikologi terdiri dari tes yang mengukur performansi maksimal(maximal performance) dan tes yang mengukur performansi tipikal (typical performance).
Tes yang mengukur performansi maksimal (maximum performance)
Tes ini dirancang untuk mengungkap apa yang dapat dilakukan oleh subjek dan seberapa baik ia dapat melakukannya. Dalam penyajiannya, subjek selalu didorong untuk berusaha sebaik mungkin. Kesiapan, motivasi dan keinginan untuk berusaha di pihak subjek sangat penting artinya adalam mengerjakan tes ini. Karena itu petunjuk pengejaan tes harus dibuat sejelas dan setepat mungkin, Cara pemberian skor pun seringkali harus diberitahukan sebelumnya kepada subjek, demikian pula halnya batas waktu pengerjaan dan semacamnya. Dalam hal ini hanya pendekatan dan strategi pengerjaan soal-soal yang tidak diberitahukan kepada subjek. Yang dapat digolongkan dalam jenis tes ini adalah tes intelegensi, tes kemampuan khusus (misal tes bakat) dan sebagainya.
Tes yang mengukur performansi tipikal (typical performance)
Tes ini disusun untuk mengungkap apa yang cenderung dilakukan oleh subjek dalam situasi-situasi tertentu. Jadi tes ini tidak dimaksudkan untuk mengukur apa yang dapat atau mampu dilakukan oleh subjek, tetapi mengungkap apa yang akan dilakukannya. Biasanya subjek tidak mengetahui apa yang diharapkan darinya. Stimulus dalam pengerjaan tes ini acap kali tidak mempunyai struktur yang jelas sehingga, subjek sulit untuk menebak jawaban yang terbaik yang harus diberikan, dan subjek tidak mengetahui bagaimana jawabannya nanti akan diberikan skor. Yang termasuk dalam jenis tes ini seperti tes inventori minat, inventori kepribadian, dan semacamnya.
VALIDITAS DAN RELIABILITAS
Uji Validitas:
Validitas adalah ketepatan mengukur konstruk, menyangkut: “what the test measure and how well it does” (Anastasi, 1990), atau “apakah alat tes memenuhi fungsinya sebagai alat ukur psikologis?” (Nunnaly, 1978).

Prosedur validitas: 
    * Criterion-related validation: memprediksi dan mendiagnosa.

Criterion-related melihat validitas tes dalam memprediksi suatu tingkah laku. Criteria adalah tingkah laku yang hendak diramalkan. Jenis validitas ini dibagi menjadi dua yaitu, predictive dan concurrent. Predictive berguna untuk memprediksi suatu tingkah laku, memvalidasi tes-tes seleksi dan penempatan, yang kriterianya diambil setelah interval waktu tertentu. Concurrent digunakan untuk mendiagnosa suatu tingkah laku terutama kepribadian yang kriterianya diambil bersamaan dengan saat pengetesan.
   
 * Content-related validation: merepresentasikan materi (domain behavior) 
Sejauh mana peneliti yakin bahwa item-item sudah merepresentasikan sample tingkah laku perlu batasan tingkah laku à definisi operasional à domain. Di dalamnya terdapat expert judgement.
    * Construct related validation: mengukur psychological traits
Melihat sejauh sebuah tes tepat mengukur konstruk atau trait. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur validitas konstruk:
  •          Perubahan yang dipengaruhi perkembangan 
  •        Korelasi dengan alat tes lain, yang dibagi menjadi alat tes baru dengan alat tes lama, dan korelasi alat tes baru dengan alat tes lain.
  •       Analisis factor
  •        Experimental intervention
  •        Human information processing
  •        Internal consistency
  •       Convergent – Discriminant validity
Faktor-faktor yang mempengaruhi validitas skala : 
1.  Konsep teoritik tidak cukup dipahami.
2.  Aspek keperilakuan tidak operasional.
3.  Penulisan aitem tidak mengikuti kaidah
4.  Administrasi skala tidak berhati-hati (penampilan skala, situasi ruang, dan kondisi subjek)
5.  Pemberian skor tidak cermat.
6.   Keliru interpretasi.

Selanjutnya validitas dibagi menjadi 3 tipe yaitu: validitas isi, validitas konstrak, dan validitas yang berdasat kriteria :

1). Validitas Isi
Validitas isi merupakan validitas yang diperhitumgkan melalui pengujian terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional. Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validasi ini adalah "sejauhmana item-item dalam suatu alat ukur mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur oleh alat ukur yang bersangkutan?" atau berhubungan dengan representasi dari keseluruhan kawasan.
Pengertian "mencakup keseluruhan kawasan isi" tidak saja menunjukkan bahwa alat ukur tersebut harus komprehensif isinya akan tetapi harus pula memuat hanya isi yang relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan ukur.mWalaupun isi atau kandungannya komprehensif tetapi bila suatu alat ukur mengikutsertakan pula item-item yang tidak relevan dan berkaitan dengan hal-hal di luar tujuan ukurnya, maka validitas alat ukur tersebut tidak dapat dikatakan memenuhi ciri validitas yang sesungguhnya. Apakah validitas isi sebagaimana dimaksudkan itu telah dicapai oleh alat ukur, sebanyak tergantung pada penilaian subjektif individu. Dikarenakan estimasi validitas ini tidak melibatkan komputasi statistik, melainkan hanya dengan analisis rasional maka tidak diharapkan bahwa setiap orang akan sependapat dan sepaham dengan sejauhmana validitas isi suatu alat ukur telah tercapai.
Selanjutnya, validitas isi ini terbagi lagi menjadi dua tipe, yaitu face validity (validitas muka) dan logical validity(validitas logis).
·          Face Validity (Validitas Muka). Validitas muka adalah tipe validitas yang paling rendah signifikasinya karena hanya didasarkan pada penilaian selintas mengenai isi alat ukur. Apabila isi alat ukur telah tampak sesuai dengan apa yang ingin diukur maka dapat dikatakan validitas muka telah terpenuhi.
Dengan alasan kepraktisan, banyak alat ukur yang pemakaiannya terbatas hanya mengandalkan validitas muka. Alat ukur atau instrumen psikologi pada umumnya tidak dapat menggantungkan kualitasnya hanya pada validitas muka. Pada alat ukur psikologis yang fungsi pengukurannya memiliki sifat menentukan, seperti alat ukur untuk seleksi karyawan atau alat ukur pengungkap kepribadian (asesmen), dituntut untuk dapat membuktikan validitasnya yang kuat.
·         Logical Validity (Validitas Logis). Validitas logis disebut juga sebagai validitas sampling (sampling validity). Validitas tipe ini menunjuk pada sejauhmana isi alat ukur merupakan representasi dari aspek yang hendak diukur. Untuk memperoleh validitas logis yang tinggi suatu alat ukur harus dirancang sedemikian rupa sehingga benar-benar berisi hanya item yang relevan dan perlu menjadi bagian alat ukur secara keseluruhan. Suatu objek ukur yang hendak diungkap oleh alat ukur hendaknya harus dibatasi lebih dahulu kawasan perilakunya secara seksama dan konkrit. Batasan perilaku yang kurang jelas akan menyebabkan terikatnya item-item yang tidak relevan dan tertinggalnya bagian penting dari objek ukur yang seharusnya masuk sebagai bagian dari alat ukur yang bersangkuatan.
Validitas logis memang sangat penting peranannya dalam penyusunan tes prestasi dan penyusunan skala, yaitu dengan memanfaatkan blue-print atau tabel spesifikasi.

2). Validitas Konstruk
Validitas konstruk adalah tipe validitas yang menunjukkan sejauhmana alat ukur mengungkap suatu trait atau konstruk teoritis yang hendak diukurnya (Allen & Yen, dalam Azwar 1986).Pengujian validitas konstruk merupakan proses yang terus berlanjut sejalan dengan perkembangan konsep mengenaitrait yang diukur. Walaupun pengujian validitas konstruk biasanya memerlukan teknik analisis statistik yang lebih kompleks daripada teknik yang dipakai pada pengujian validitas empiris lainnya, akan tetapi validitas konstruk tidaklah dinyatakan dalam bentuk koefisien validitas tunggal.
Konsep validitas konstruk sangatlah berguna pada alat ukur yang mengukur trait yang tidak memiliki kriteria eksternal.

3). Validitas Berdasar Kriteria
Pendekatan validitas berdasar kriteria menghendaki tersedianya kriteria eksternal yang dapat dijadikan dasar pengujian skor alat ukur. Suatu kriteria adalah variabel perilaku yang akan diprediksikan oleh skor alat ukur. Untuk melihat tingginya validitas berdasar kriteria dilakukan komputasi korelasi antara skor alat ukur dengan skor kriteria. Koefisien ini merupakan koefisien validitas bagi alat ukur yang bersangkutan, yaitu rxy, dimana x melambangkan skor alat ukur dan y melambangkan skor kriteria.
Dilihat dari segi waktu untuk memperoleh skor kriterianya, prosedur validasi berdasar kriteria menghasilkan dua macam validitas yaitu validitas prediktif (predictive validity) dan validitas konkuren (concurrent validity).
·         Validitas Prediktif. Validitas prediktif sangat penting artinya bila alat ukur dimaksudkan untuk berfungsi sebagai prediktor bagi kinerja di masa yang akan datang. Contoh situasi yang menghendaki adanya prediksi kinerja ini antara lain adalah dalam bimbingan karir; seleksi mahasiswa baru, penempatan karyawan, dan semacamnya. Contohnya adalah sewaktu kita melakukan pengujian validitas alat ukur kemampuan yang digunakan dalam penempatan karyawan. Kriteria yang terbaik antara lain adalah kinerjanya setelah ia betul-betul ditempatkan sebagai karyawan dan melaksanakan tugasnya selama beberapa waktu. Skor kinerja karyawan tersebut dapat diperoleh dari berbagai cara, misalnya menggunakan indeks produktivitas atau rating yang dilakukan oleh atasannya.Koefisien korelasi antara skor alat ukur dan kriteria merupakan petunjuk mengenai saling hubungan antara skor alat ukur dengan skor kriteria dan merupakan koefisien validitas prediktif. Apabila koefisien ini diperoleh dari sekelompok individu yang merupakan sampel yang representatif, maka alat ukur yang telah teruji validitasnya akan mempunyai fungsi prediksi yang sangat berguna dalam prosedur alat ukur di masa datang. Prosedur validasi prediktif pada umumnya memerlukan waktu yang lama dan mungkin pula beaya yang tidak sedikit dikarenakan prosedur ini pada dasarnya bukan pekerjaan yang dianggap selesai setelah melakukan sekali tembak, melainkan lebih merupakan kontinuitas dalam proses pengembangan alat ukur. Sebagaimana prosedur validasi yang lain, validasi prediktif pada setiap tahapnya haruslah diikuti oleh usaha peningkatan kualitas item alat ukur dalam bentuk revisi, modifikasi, dan penyusunan item-item baru agar prosedur yang dilakukan itu mempunyai arti yang lebih besar dan bukan sekedar pengujian secara deskriptif saja.
·         Validitas Konkuren. Apabila skor alat ukur dan skor kriterianya dapat diperoleh dalam waktu yang sama, maka korelasi antara kedua skor termaksud merupakan koefisien validitas konkuren. Suatu contoh dimana validitas konkuren layak diuji adalah apabila kita menyusun suatu skala kecemasan yang baru. Untuk menguji validitas skala tersebut kita dapat mengunakan skala kecemasan lain yang telah lebih dahulu teruji validitasnya, yaitu dengan alat ukur TMAS (Tylor Manifest Anxiety Scale).

Uji Reliabilitas: 
         Reliabilitas adalah konsistensi alat tes yang dilihat dari skor dan z-score. Mengapa diperlukan kekonsistenan? Karena adanya perubahan-perubahan pada skor dan z-score yang disebabkan oleh ERROR. Terdapat dua macam error yaitu: systematic dan unsystematic error.
Prosedur reliabilitas:
 
         Pengujian reliabilitas dengan satu kali administrasi
·         Split half; Pengukuran reliabilitas alat ukur dilakukan dengan cara membelah alat tes tersebut menjadi dua bagian yang ekuivalen. Koefisien reliabilitas diperoleh dengan cara mengkorelasikan skor-skor antar dua belahan (internal consistency). Teknik pengujian reliabilitas dengan teknik ini dibagi menjadi dua, yaitu Rulon dan Spearman Brown. 
·         Kuder Richardson; Mengukur konsistensi respon subjek pada item-item tes, sehingga disebut interitem consistency. Errornya disebut content sampling dan content heterogeneity sampling. Teknik pengujian reliabilitas dengan teknik ini dibagi menjadi dua, yaitu KR-20 dan KR-21
·         Coefficient alpha; Tujuannya sama dengan KR, hanya saja syarat yang harus dipenuhi adalah data yang diperoleh bersifat kontinum dan bukan dikotomi.

Pengujian reliabilitas dengan dua kali administrasi

·         Tes-retes. Untuk melihat stabilitas atau kekonsistenan alat tes dalam mengukur karakteristik atau trait dengan melaksanakan tes dan pengukuran terdiri lebih dari satu kali (diulang). Koefisien korelasi yang dihasilkan disebut dengan coefficient of stability. Error pada uji reliabilitas dengan teknik ini disebut time sampling error. 
·         Alternate form: immediate alternate form & delayed alternate form. Untuk melihat stabilitas alat tes dalam mengukur trait individu dengan melaksanakan tes dan pengukuran lebih dari satu kali dan menggunakan dua form tes, yaitu
§  Immediate: form kedua diberikan langsung setelah form pertama diberikan. Koefisien korelasi yang dihasilkan disebut dengan coefficient of equivalence. Error pada teknik ini disebut sebagai content sampling & human error. 
§  Delayed: ada penundaan pemberian form kedua setelah form pertama diberikan. Koefisiennya disebut sebagai coefficient of equivalence & stability. Error pada teknik ini disebut sebagai content sampling, time sampling, & human error.

Interscorer reliability.
Tujuan dari uji reliabilitas ini adalah untuk menunjukkan konsistensi skor-skor yang diberikan skore satu dengan skorer lainnya. Error yang muncul adalah interscorer differences.
o Revisi item
o Kalau memungkinkan dan perlu, dilakukan uji coba lagi
Skala psikologi banyak kelemahan dan memerlukan tingkat validitas dan reliabilitas yang tinggi disebabkan:
1. Atribut psikologi bersifat latent dan tidak  mempunyai eksistensi riil.
2. Atribut2 dalam skala  psikologi ditulis berdasarkan indikator perilaku yang jumlahnya terbatas.
3. Respon yang diberikan oleh subjek terhadap stimulus dalam skala psikologi sedikit banyak dipengaruhi oleh variabel-variabel yang tidak relevan.
4. Atribut psikologi yang terdapat dalam diri manusia stabilitasnya tidak tinggi.
5. Interpretasi terhadap hasil ukur psikologi hanya dapat dilakukan secara normatif.

Objek pengukuran dapat berupa atribut fisik atau atribut psikologi. Kelebihan atribut fisik, dapat diukur sampai pada tingkat skala ratio yaitu angka interval yang memiliki harga 0 mutlak. Atribut psikologi hanya dapat diukur sampai tingkat skala ordinal.
Atribut Psikologi dikategorikan menjadi: atribut Kemampuan Kognitif (Intelegensi, Bakat dan Prestasi) dan Atribut Bukan Kemampuan (Atribut kepribadian). Skala dan tes adalah 2 hal yang BERBEDA.
·         Tes digunakan untuk penyebutan alat ukur kemampuan kognitif
·         Skala digunakan untuk penyebutan alat ukur atribut non-kognitif.

Karakteristik skala sebagai alat ukur psikologi:
1.       Stimulus berupa pernyataan yang tidak langsung mengungkap indikator perilaku yang hendak diukur.
2.       Skala psikologi selalu terdiri dari aitem2.
3.       Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban “benar” atau “salah”
Karakteristik di atas menjadi ciri pengukuran terhadap performansi tipikal.
Validitas: ketepatan dan kecermatan instrumen dalam menjalankan fungsi ukur. Validitas menunjuk sejauh mana skala itu mampu mengungkap dengan akurat dan teliti mengenai atribut yang akan diukurnya. Validitas merupakan karakteristik utama yang harus dimiliki oleh setiap alat ukur.

 Ini saja kirannya tulisan saya dari beberapa sumber agar memberikan penjelasan bagi yang membaca terutama diri saya pribadi, dalam menyusun proposal konstruksi alat ukur psikologi.
wassalam dan tetap semangat tuk menyelesaikan tugas-tugas kuliah di semester ini.

sumber bacaan :



1 komentar:

  1. Bagus Bu...sangat psikometri...dan saya suka, tetap berbagi ya Bu...salam SOBAT !

    BalasHapus